Jumat, 18 Januari 2013

Sejarah Perkembangan EYD 1972


Sejarah Perkembangan EYD 1972

Bahasa Indonesia baru diakui sebagai bahasa persatuan pada saat deklarasi sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dan diakui secara yuridis pada 18 Agustus 1945 melalui UUD 1945. Tetapi menurut sejarah, Bahasa Indonesia merupakan varian dan pengembangan dari bahasa melayu yang telah dipakai sejak abad ke-7 tidak hanya di nusantara tapi juga hampir di seluruh asia tenggara.
Pada awal abad 20, bahasa melayu terpecah menjadi dua. Indonesia dibawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen pada tahun 1901, sedangkan Malaysia dibawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson pada tahun 1904. Ejaan Van Ophuijsen resmi diakui pada tahun 1901. Kemudian setelah kemerdekaan, Bahasa Indonesia mengalami dua kali perubahan dalam ejaannya. Berikutnya adalah ejaan Republik, yang diresmikan pada 19 maret 1947 dan juga dikenal dengan ejaan Soewandi, menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Perubahan terakhir terjadi pada 16 Agustus 1972 dengan diresmikannya ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan, yang biasa disebut dengan EYD, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Sebenarnya terdapat sebuah konsep ejaan lainnya yang dikenal pada tahun 1959, yaitu ejaan Melindo (Melayu Indonesia), tetapi tidak jadi diresmikan.
Terdapat beberapa peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa Indonesia. Seperti yang telah disebut sebelumnya, pada awal abad ke-20, diresmikan ejaan Van Ophuijsen. Pada tahun 1908, pemerintah kolonial mendirikan badan penerbit Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Layar Terkembang, Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan lainnya, yang sangat berperan penting dalam perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Pada 16 Juni 1927, Jahja Datoek Kajo berpidato menggunakan Bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad (Dewan Rakyat), yang adalah pertama kalinya Bahasa Indonesia digunakan pada forum resmi. Selanjutnya pada kongres sumpah pemuda 28 Oktober 1928, Muhammad Yamin mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan tercantum dalam dekalarasi. Majalah sastra Poedjangga Baroe pertama kali diterbitkan di Jakarta pada 1933 dan didirikan oleh para sastrawan seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane, yang sekarang dikenal sebagai angkatan pujangga baru. Pada 18 Agustus 1945, Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara berdasarkan pasal 36 UUD 1945. Kemudian pada 19 Maret 1947, ejaan Republik diresmikan menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Akhirnya pada 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia saat itu, H. M. Soeharto, meresmikan EYD melalui pidato kenegaraan dihadapan sidang DPR dan dikuatkan dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu
  1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
  2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
  3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
  4. Huruf dj untuk menuliskan kata-kata Djakarta, djalan, djaya, dsb.
  5. Huruf tj untuk menuliskan kata-kata tjara, tjoba, batja, dsb.
  6. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini, yaitu
  1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
  4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan. Perubahan yang terjadi antara lain:
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
tj
ch
c
dj
j
j
ch
kh
kh
nj
ny
ny
sj
sh
sy
j
y
y
oe*
u
u
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar