Sejarah Perkembangan EYD 1972
Bahasa Indonesia baru diakui
sebagai bahasa persatuan pada saat deklarasi sumpah pemuda 28 Oktober 1928 dan
diakui secara yuridis pada 18 Agustus 1945 melalui UUD 1945. Tetapi menurut
sejarah, Bahasa Indonesia merupakan varian dan pengembangan dari bahasa melayu
yang telah dipakai sejak abad ke-7 tidak hanya di nusantara tapi juga hampir di
seluruh asia tenggara.
Pada awal abad 20, bahasa melayu
terpecah menjadi dua. Indonesia dibawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen
pada tahun 1901, sedangkan Malaysia dibawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson
pada tahun 1904. Ejaan Van Ophuijsen resmi diakui pada tahun 1901. Kemudian setelah
kemerdekaan, Bahasa Indonesia mengalami dua kali perubahan dalam ejaannya.
Berikutnya adalah ejaan Republik, yang diresmikan pada 19 maret 1947 dan juga
dikenal dengan ejaan Soewandi, menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Perubahan
terakhir terjadi pada 16 Agustus 1972 dengan diresmikannya ejaan Bahasa
Indonesia yang disempurnakan, yang biasa disebut dengan EYD, berdasarkan
Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Sebenarnya terdapat sebuah konsep ejaan
lainnya yang dikenal pada tahun 1959, yaitu ejaan Melindo (Melayu Indonesia),
tetapi tidak jadi diresmikan.
Terdapat beberapa peristiwa penting
yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa Indonesia. Seperti yang telah disebut
sebelumnya, pada awal abad ke-20, diresmikan ejaan Van Ophuijsen. Pada tahun
1908, pemerintah kolonial mendirikan badan penerbit Commissie voor de
Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti
Layar Terkembang, Siti Nurbaya, Salah Asuhan, dan lainnya, yang sangat berperan
penting dalam perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. Pada 16 Juni 1927,
Jahja Datoek Kajo berpidato menggunakan Bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad
(Dewan Rakyat), yang adalah pertama kalinya Bahasa Indonesia digunakan pada
forum resmi. Selanjutnya pada kongres sumpah pemuda 28 Oktober 1928, Muhammad
Yamin mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan tercantum dalam
dekalarasi. Majalah sastra Poedjangga Baroe pertama kali diterbitkan di Jakarta
pada 1933 dan didirikan oleh para sastrawan seperti Sutan Takdir Alisjahbana,
Amir Hamzah, dan Armijn Pane, yang sekarang dikenal sebagai angkatan pujangga
baru. Pada 18 Agustus 1945, Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi
negara berdasarkan pasal 36 UUD 1945. Kemudian pada 19 Maret 1947, ejaan
Republik diresmikan menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Akhirnya pada 16 Agustus
1972, Presiden Republik Indonesia saat itu, H. M. Soeharto, meresmikan EYD
melalui pidato kenegaraan dihadapan sidang DPR dan dikuatkan dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972.
Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini
merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van
Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun
ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal
dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun
1901. Ciri-ciri dari ejaan ini, yaitu
- Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
- Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
- Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
- Huruf dj untuk menuliskan kata-kata Djakarta, djalan, djaya, dsb.
- Huruf tj untuk menuliskan kata-kata tjara, tjoba, batja, dsb.
- Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Ejaan Republik
Ejaan ini
diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini
juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini, yaitu
- Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
- Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
- Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
- Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu
Indonesia)
Konsep ejaan
ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama
tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan ini
diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik
Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972.
Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa
Malaysia, semakin dibakukan. Perubahan yang
terjadi antara lain:
Indonesia
(pra-1972) |
Malaysia
(pra-1972) |
Sejak 1972
|
tj
|
ch
|
c
|
dj
|
j
|
j
|
ch
|
kh
|
kh
|
nj
|
ny
|
ny
|
sj
|
sh
|
sy
|
j
|
y
|
y
|
oe*
|
u
|
u
|
Catatan: Tahun 1947
"oe" sudah digantikan dengan "u".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar